Sabtu, 28 Agustus 2010

Aku berdiri. Kedinginan. Di bawah naungan langit-Nya. Sempurna. Bintang-bintang bak permata yang berkilauan. Memesonakan pandangan. Takjub. Aku sendiri. Di antara puluhan pasangan maupun keluarga. Aku merasa kecil. Tak ada artinya. Kupandangi mereka. Saling menatap penuh cinta. Di antara dingin dan sepertiga malam yang hampir usai. Kudongakkan kepala. Tuhan, kemana cinta? Di antara berjuta bintang-Mu kah? Di satu kerlip yang paling terang. Ya, dia disana. Tersenyum. Di antara gelap yang pekat. Pagi yang belum merambat. Aku hampir tak bisa melihat. Tapi bintangMu terangiku. Aku sendu. Tiada yang menyelimuti dinginku. Pandanganku sayu. Biru. Ada yang melesat. Cepat. Bintang jatuh. Satu. Kuucap keinginanku. Bersama bintangku. Melesat lagi. Dua. Masih dengan harapan yang sama. Do'aku terucap. Khidmat. Rasaku menderu. syukurku menghujani kalbu. Aku terpaku. Aku merindu. Dia. Di antara cahaya-Nya. Aku percaya. Hati yang bersama. Do'a yang setia. Kurapatkan jaket. Masih dingin. Sangat. Kecupan hangat. Mendarat. Pelukan mesra. Mendekap. Mereka yang kulihat.Saat perlahan sinar emasnya menyapa. Kutatap lekat. Aku tercekat. Karunia-Nya yang Maha Dahsyat. Aku ingat. Senyumnya yang hangat. Semangat yang tersirat. Seperti matahari. Menyinari hati. Pagi menyambut. Masih sedikit berkabut....

(Pananjakan, medio Agustus 2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar